Senin, 02 Mei 2011

Adhyaksa: Jangan Korbankan Wafid

Ketika kebanyakan orang berpikir tentang
, apa yang terlintas dalam pikiran adalah biasanya informasi dasar yang tidak terlalu menarik atau bermanfaat. Tapi ada lebih banyak untuk
dari sekadar dasar.
JAKARTA, KOMPAS.com - Adhyaksa Dault, kuasa hukum Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, meminta pihak terkait tidak mengorbankan kliennya. Sebab, menurut dia, Wafid adalah orang yang sederhana dan tidak berniat memperkaya dirinya sendiri.

Adhyaksa mengemukakan, Wafid hanyalah pegawai negeri yang ingin menyelamatkan kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga akibat belum dikucurkannya dana APBN sehingga terpaksa mencari dan menerima dana talangan dari PT Duta Graha Indah.

"Sebagai pengacaranya, saya tidak mau Wafid dikorbankan oleh pihak-pihak tertentu. Saya ingin Wafid berkata jujur, sejujurnya apa yang terjadi dan diketahuinya," kata Adhyaksa kepada Kompas.com, Senin (2/5/2011) di Jakarta.

Menurut Adhyaksa, jika ia memang bersalah menerima cek senilai Rp 3,2 miliar dari Mohammad El Idris (MEI) untuk dana talangan, maka Wafid harus berkata jujur. "Kalau berkata jujur apa adanya, dia akan mendapat ketenangan. Sebaliknya, kalau ada yang ditutup-tutupi, Wafid selamanya hidupnya akan mengalami keresahan," katanya.

Sejujurnya, satu-satunya perbedaan antara Anda dan para ahli
adalah waktu. Jika Anda akan menginvestasikan waktu sedikit lebih dalam membaca, Anda akan yang lebih dekat ke status ahli ketika datang ke
.

Dalam sistem administrasi negara, kata Adhyaksa, dana talangan apapun bentuknya tidak bisa dibenarkan. Namun, dana talangan di kantor Kemenpora pada periode Januari hingga April 2011, memang terlambat akibat proses pencairan APBN yang lama.

Ia mencontohkan, dana untuk Panitia Penyelenggara SEA Games XXVI/2011 (Inasoc), belum juga turun. Akibatnya, Wafid sebagai Sesmenko berusaha seoptimal mungkin mencari dana talangan melalui Mirdo Rosalina Manulang (MRM) sebagai broker.

"Akan tetapi, kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dana talangan itu sebagai suap, mengapa Wafid mesti menerimanya dengan cek, yang tanda terimanya dibuatkan oleh stafnya di kantor Kemenpora? Mengapa tidak tunai saja? Dan, mengapa mesti diberikan di kantornya? Bukankah, suap itu biasanya diberikan di hotel, restoran, atau tempat-tempat yang tidak resmi?" papar Adhyaksa.

Wafid te rtangkap tangan oleh KPK, setelah menerima cek senilai Rp 3,2 miliar dari DGI, Kamis (21/4/2011) di ruang kerjanya di lantai III Kantor Kemenpora. Saat yang sama ditangkap pula MEI dan MRM. Selain menyita cek, KPK juga menemukan sejumlah uang dalam valuta asing dan rupiah.

Adhyaksa menyatakan, Wafid adalah mantan Sesmenpora yang ia angkat saat menjabat sebagai Menpora, karena sederhana dan jujur. "Rumahnya di Perumnas Karawaci (Tangerang), mobilnya cuma satu. Sampai sekarang. putera sulungnya yang baru punya anak masih cari rumah kontrakan," tutur Adhyaksa.

Yang paling penting, ungkap Adhyaksa, hingga sekarang KPK tidak menemukan simpanan harta Wafid lewat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Artinya, dia tidak memperkaya dirinya sendiri. Lalu, siapa yang akan diperkaya olehnya? Apakah ada pihak-pihak lain? Saya khawatir, Wafid jadi messenger (kurir atau orang suruhan). Jadi, ada yang menekannya," papar Adhyaksa.

Sekarang Anda bisa menjadi ahli percaya diri pada
. OK, mungkin bukan pakar. Tapi Anda harus memiliki sesuatu untuk membawa ke meja waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
.

Tidak ada komentar: