Rabu, 05 Januari 2011

Pengusaha Mebel Minta Aturan Dipermudah

In today's world, it seems that almost any topic is open for debate. While I was gathering facts for this article, I was quite surprised to find some of the issues I thought were settled are actually still being openly discussed.
I trust that what you've read so far has been informative. The following section should go a long way toward clearing up any uncertainty that may remain.

BOJONEGORO, KOMPAS.com " Kalangan pengusaha mebel mendesak pemerintah mempermudah regulasi yang mengatur distribusi kayu Jati. Peraturan yang berlaku saat ini, yakni P 55/2006, menyulitkan pengusaha membeli kayu Jati Perum Perhutani dan mengirimnya ke tempat lain di Pulau Jawa.

Demikian disampaikan para pengusaha mebel dalam dialog interaktif dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (5/1/2011). Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Iman Santoso, Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Harry Santoso, dan Bupati Bojonegoro Suyoto mendampingi kunjungan kerja Menhut menanam 1 miliar pohon, dan menyaksikan kebun bibit rakyat serta industri kehutanan berbasis kayu rakyat di Jawa Timur.

Menurut Sustomo, perajin mebel, Surat Keputusan Menhut Nomor P 55/2006 terlalu kaku sehingga mereka sulit mendapatkan kayu jati dari luar daerah. Perajin berharap, pemerintah mempermudahnya sehingga kayu jati bisa dikirim ke daerah lain.

Menurut P 55/2006, perdagangan kayu jati dan mahoni produk Perum Perhutani wajib melampirkan dokumen dari dinas kehutanan provinsi. Pemerintah mengatur hal ini untuk melindungi Perhutani dari pencurian kayu.

Pengusaha mebel lainnya, Muhammad Cholil, mengeluhkan persoalan bahan baku jati berkualitas. Dia berharap pemerintah bisa membantu produsen mebel mendapat jati berkualitas yang berdaya saing tinggi di pasar ekspor.

Dia mengekspor ke Timur Tengah, Asia Pasifik, dan Eropa. Namun, saat ini Cholil fokus ke pasar domestik karena krisis di negara maju.

Dalam kesempatan yang sama, perajin Aji Kencana yang memproduksi ornamen dari limbah kayu, Eko Suntono (61), menyampaikan kekhawatirannya terhadap penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). SVLK mewajibkan semua produk kayu memiliki informasi lacak balak yang lengkap sehingga tidak mengandung bahan baku ilegal.

"Ini yang menjadi kekhawatiran kami. Kami ini berusaha menggunakan bahan baku limbah kayu dari industri yang lebih besar, seperti pemulung-lah. Tetapi, kalau wajib menjalankan aturan ini, kami tidak sanggup," keluh Eko kepada Menhut.

Eko sedang mendapat pesanan hiasan dinding dari mozaik kayu dari India dan Malaysia. Dia berharap pemerintah mempermudah aturan sehingga bisa lebih mudah untuk mengekspor.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Zulkifli berjanji akan melihat dan mempelajari permintaan pengusaha mebel. Menurutnya, aturan yang dapat menghambat kemajuan industri berbasis hutan tanaman harus segera diatasi.

"Negara-negara maju seperti Korea dan Jepang, mereka tidak membuang sisa kayu. Mereka memanfaatkan semuanya dengan optimal. Ampasnya pun dibuat briket utk dicampur batu bara sebagai bahan bakar. Kita harus bisa seperti mereka," ujar Menhut.

Seusai dialog, Menhut menuju Gresik untuk meninjau pabrik kayu lapis PT Darma Satya Nusantara. Ratusan pekerja tengah sibuk memproduksi kayu lapis yang sebagian diekspor ke Timur Tengah dan Asia Pasifik.

Direktur Utama PT Darma Satya Nusantara Djojo Buntoro mengatakan, mereka membeli kayu sengon rakyat dari Kabupaten Lumajang dengan harga Rp 500.000-Rp 1 juta per meter kubik sesuai diameter. Setiap bulan mereka menyerap sedikitnya 50.000 meter kubik kayu sengon rakyat.

"Sekarang sudah lumayan, pasokan selalu ada karena rakyat sudah tertarik menanam sendiri. Dulu, kami harus mengajari mereka supaya mau menanamnya," ujar Djojo.

So now you know a little bit about mobil keluarga ideal terbaik indonesia. Even if you don't know everything, you've done something worthwhile: you've expanded your knowledge.

Tidak ada komentar: