KOMPAS.com - Suasana gedung Nusantara III Dewan Perwakilan Rakyat yang biasanya ramah mendadak berubah. Awal pekan lalu, kontak sambungan aliran listrik yang terpasang di gedung itu tiba-tiba diputus.
Para wartawan dan pengunjung yang biasanya menggunakan kontak listrik itu untuk mengisi baterai telepon seluler dan komputer jinjing pun kebingungan. Pemutusan aliran listrik itu membuat kerja wartawan agak terganggu. Kalau mau dimatikan, seharusnya diumumkan dahulu, jangan main putus. Jadi, kami bisa siap-siap, kata Haryo, wartawan salah satu media yang terbit di Jakarta. Pemutusan itu membuat wartawan bertanya-tanya. Pasalnya, beberapa waktu lalu terdengar rumor Badan Urusan Rumah Tangga DPR tengah menyusun aturan peliputan di DPR. Pertanyaan itu baru terjawab pada Jumat pekan lalu saat pengurus press room DPR memberitahukan kebijakan baru yang dikeluarkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR melalui surat elektronik di milis press room DPR. Rupanya, unsur pimpinan dan Sekjen DPR melarang wartawan duduk atau bekerja di lobi Gedung Nusantara III. Alasannya, lobi bukan tempat kerja ataupun tempat menongkrong. Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.
Kemudian dalam sosialisasi peraturan baru pada Senin lalu dijelaskan, larangan itu merupakan permintaan dari unsur pimpinan DPR. Sejumlah tamu dari negara lain sering bertanya kepada unsur pimpinan DPR tentang siapa yang duduk-duduk di lobi Gedung Nusantara III. Selain itu, wartawan diwajibkan mengenakan kartu tanda pengenal (ID card) yang dikeluarkan oleh Setjen selama meliput di gedung parlemen. Mereka yang tidak memiliki ID card DPR dilarang meliput kegiatan di gedung parlemen. Ketentuan itu dibuat lantaran banyaknya orang yang mengaku wartawan dan memeras anggota DPR. Wartawan duduk di lobi, selain karena ruang wartawan yang terbatas, juga karena lebih mudah mengawasi unsur pimpinan dan anggota DPR yang biasanya hilir mudik di gedung Nusantara III. Soal ID card DPR, Satrio, wartawan dari Jawa Tengah yang telah 20 bulan meliput di DPR, belum juga mendapatkannya. Padahal, dia sudah mengajukan permohonan, tetapi tidak dikabulkan Sekjen. Banyak wartawan yang senasib dengan Satrio. Jika alasannya ada pemerasan, mengapa hal itu tidak dilaporkan kepada polisi? Mengapa malah ruang gerak wartawan dibatasi? Ada-ada saja dikau, penguasa gedung DPR. (NTA)
Para wartawan dan pengunjung yang biasanya menggunakan kontak listrik itu untuk mengisi baterai telepon seluler dan komputer jinjing pun kebingungan. Pemutusan aliran listrik itu membuat kerja wartawan agak terganggu. Kalau mau dimatikan, seharusnya diumumkan dahulu, jangan main putus. Jadi, kami bisa siap-siap, kata Haryo, wartawan salah satu media yang terbit di Jakarta. Pemutusan itu membuat wartawan bertanya-tanya. Pasalnya, beberapa waktu lalu terdengar rumor Badan Urusan Rumah Tangga DPR tengah menyusun aturan peliputan di DPR. Pertanyaan itu baru terjawab pada Jumat pekan lalu saat pengurus press room DPR memberitahukan kebijakan baru yang dikeluarkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR melalui surat elektronik di milis press room DPR. Rupanya, unsur pimpinan dan Sekjen DPR melarang wartawan duduk atau bekerja di lobi Gedung Nusantara III. Alasannya, lobi bukan tempat kerja ataupun tempat menongkrong. Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
Kemudian dalam sosialisasi peraturan baru pada Senin lalu dijelaskan, larangan itu merupakan permintaan dari unsur pimpinan DPR. Sejumlah tamu dari negara lain sering bertanya kepada unsur pimpinan DPR tentang siapa yang duduk-duduk di lobi Gedung Nusantara III. Selain itu, wartawan diwajibkan mengenakan kartu tanda pengenal (ID card) yang dikeluarkan oleh Setjen selama meliput di gedung parlemen. Mereka yang tidak memiliki ID card DPR dilarang meliput kegiatan di gedung parlemen. Ketentuan itu dibuat lantaran banyaknya orang yang mengaku wartawan dan memeras anggota DPR. Wartawan duduk di lobi, selain karena ruang wartawan yang terbatas, juga karena lebih mudah mengawasi unsur pimpinan dan anggota DPR yang biasanya hilir mudik di gedung Nusantara III. Soal ID card DPR, Satrio, wartawan dari Jawa Tengah yang telah 20 bulan meliput di DPR, belum juga mendapatkannya. Padahal, dia sudah mengajukan permohonan, tetapi tidak dikabulkan Sekjen. Banyak wartawan yang senasib dengan Satrio. Jika alasannya ada pemerasan, mengapa hal itu tidak dilaporkan kepada polisi? Mengapa malah ruang gerak wartawan dibatasi? Ada-ada saja dikau, penguasa gedung DPR. (NTA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar