JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, mengatakan, keputusan pemerintah untuk melakukan pemberhentian sementara (moratorium) tenaga kerja Indonesia ke negara Timur Tengah patut didukung. Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam jumpa pers di Istana, telah memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI sektor informal ke Arab Saudi, yang akan mulai diefektifkan per 1 Agustus 2011. "Apalagi keputusan itu disertai dengan syarat akan dicabut hanya apabila Arab Saudi telah melakukan pembenahan terhadap perlindungan bagi TKI. Di samping itu jika Arab Saudi telah menandatangani perjanjian bilateral untuk perlindungan TKI dengan Indonesia, keputusan ini berani dan berpihak pada kepentingan nasional Indonesia dan perlindungan TKI," ujar Hikamahanto kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (23/6/2011). Ditambahkannya, keputusan tersebut harus juga mendapat pengawalan ketat dari masyarakat. Dia mengharapkan, agar para menteri dan kepala instansi terkait harus secara serius menjalankan arahanagar nantinya Presiden Yudhoyono tidak menuai kecaman dari publik ketika sistem tersebut tidak berjalan. Sepertinya informasi baru ditemukan tentang sesuatu setiap hari. Dan topik
tidak terkecuali. Jauhkan membaca untuk mendapatkan berita lebih segar tentang
.
"Mengingat instansi pemerintah di bawah Presiden kerap mengendur pasca-sikap tegas dari Presiden, semua instansi terkait harus serius menjalani keputusan ini, agar tidak terjadi hal-hal serupa di masa mendatang," katanya. Sebelumnya, dalam jumpa pers di Istana, Presiden Yudhoyono juga mengatakan, moratorium tersebut harus dilakukan hingga pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi memiliki kesepakatan yang menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para tenaga kerja Indonesia di negara tersebut. Presiden juga menginstruksikan adanya pengawasan terhadap lembaga-lembaga pengirim tenaga kerja ke negara-negara penempatan. "Saya juga meminta, berkaitan dengan moratorium, para warga negara Indonesia untuk patuh dan tidak berupaya sendiri-sendiri, mencari jalan pintas untuk nekad," kata Presiden. Seperti diberitakan, desakan moratorium ini mencuat setelah seorang TKW asal Indonesia, Ruyati dihukum mati di Arab Saudi. Ruyati mengakui telah membunuh majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Pemerintah mengaku kecolongan dalam kasus tersebut. Pasalnya, eksekusi hukuman mati dilakukan tanpa pemberitahuan kepada KBRI di Arab Saudi. Setelah itu, berbagai kecaman datang dari sejumlah pihak. Kecaman diluapkan karena pemerintah dinilai lalai dalam menjamin keselamatan warga negaranya di luar negeri. Bahkan, pidato SBY dalam sidang ke -100 ILO di Swiss yang menyatakan mekanisme perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT) migran di luar negeri sudah berjalan, turut juga menuai kritik keras.
"Mengingat instansi pemerintah di bawah Presiden kerap mengendur pasca-sikap tegas dari Presiden, semua instansi terkait harus serius menjalani keputusan ini, agar tidak terjadi hal-hal serupa di masa mendatang," katanya. Sebelumnya, dalam jumpa pers di Istana, Presiden Yudhoyono juga mengatakan, moratorium tersebut harus dilakukan hingga pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi memiliki kesepakatan yang menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para tenaga kerja Indonesia di negara tersebut. Presiden juga menginstruksikan adanya pengawasan terhadap lembaga-lembaga pengirim tenaga kerja ke negara-negara penempatan. "Saya juga meminta, berkaitan dengan moratorium, para warga negara Indonesia untuk patuh dan tidak berupaya sendiri-sendiri, mencari jalan pintas untuk nekad," kata Presiden. Seperti diberitakan, desakan moratorium ini mencuat setelah seorang TKW asal Indonesia, Ruyati dihukum mati di Arab Saudi. Ruyati mengakui telah membunuh majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Pemerintah mengaku kecolongan dalam kasus tersebut. Pasalnya, eksekusi hukuman mati dilakukan tanpa pemberitahuan kepada KBRI di Arab Saudi. Setelah itu, berbagai kecaman datang dari sejumlah pihak. Kecaman diluapkan karena pemerintah dinilai lalai dalam menjamin keselamatan warga negaranya di luar negeri. Bahkan, pidato SBY dalam sidang ke -100 ILO di Swiss yang menyatakan mekanisme perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT) migran di luar negeri sudah berjalan, turut juga menuai kritik keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar